Keberhasilan budidaya udang tidak hanya bergantung pada pengelolaan lingkungan dan pencegahan penyakit, tetapi juga sangat ditentukan oleh kualitas benur yang menjadi fondasi utama yang menentukan tingkat kelangsungan hidup dan performa pertumbuhan udang di tahap selanjutnya. Benur yang tidak sehat atau berukuran tidak seragam dapat menyebabkan pertumbuhan lambat hingga kematian setelah ditebar, yang pada akhirnya berujung pada kegagalan panen. Oleh karena itu, penting bagi para petambak untuk mengenali ciri-ciri benur yang sehat sebelum melakukan penebaran.
Ciri-ciri benur yang sehat dan berkualitas
Untuk menunjang keberhasilan budidaya, benur yang ditebar harus memenuhi standar kualitas tertentu. Menurut Ramadani et al. (2024), berikut adalah beberapa kriteria benur sehat yang perlu diperhatikan:
1) Ukuran Seragam
Benur berkualitas biasanya berada pada stadium PL10–PL12 saat ditebar ke tambak. Salah satu indikator penting adalah keseragaman ukuran, di mana setidaknya 80% dari populasi memiliki ukuran yang serupa. Hal ini menandakan pertumbuhan yang seragam dan memudahkan proses manajemen budidaya.
2) Aktif Bergerak dan Responsif
Benur sehat menunjukkan aktivitas berenang yang aktif, terutama saat melawan arus, serta responsif terhadap cahaya. Tingkat aktivitas ini menandakan kondisi fisiologis yang baik dan daya tahan yang optimal terhadap stres lingkungan.
3) Warna Tubuh Cerah dan Bentuk Fisik Normal
Ciri lain yang mudah diamati adalah warna tubuh yang cerah dan kulit yang bersih tanpa bercak. Hal ini menunjukkan bahwa benur mengalami molting (ganti kulit) secara teratur. Selain itu, bentuk tubuh harus simetris, tidak cacat seperti tubuh bengkok atau kelainan pada bagian tubuh lainnya, dan sirip ekor harus mengembang sempurna.
Dalam kegiatan budidaya, benur yang sehat dan normal tetap berisiko terserang penyakit apabila lingkungan pemeliharaannya tidak dikelola dengan baik. Salah satu penyakit yang paling diwaspadai sejak tahap awal budidaya adalah Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus yang bersifat patogen dan dapat menyerang udang sejak fase benur hingga dewasa. AHPND menyerang organ hepatopankreas yang menyebabkan perubahan warna menjadi putih pucat, saluran pencernaan kosong, serta menimbulkan kematian massal dalam waktu 1–3 hari setelah infeksi terjadi. Akibatnya, penyakit ini sering menjadi penyebab utama kegagalan panen dan kerugian ekonomi yang signifikan dalam budidaya udang (Han et al. 2020).
Untuk menekan risiko infeksi AHPND sejak dini, diperlukan solusi pencegahan yang tidak hanya efektif tetapi juga ramah lingkungan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan produk berbahan alami, seperti ANTI V-PRO dari AQUBETA. Produk ini merupakan inovasi produk probiotik berbasis jamur laut Trichoderma reesei yang berfungsi dalam pencegahan dan penanganan serangan penyakit Vibriosis termasuk AHPND.
Mekanisme Kerja ANTI V-PRO dalam Mencegah Infeksi Patogen
Ada tiga mekanisme kerja utama ANTI V-PRO untuk mencegah terjadinya infeksi patogen, yaitu
1) Kompetisi Komunitas dan Nutrien
Trichoderma bersaing dengan bakteri patogen dengan dominasi gram negatif pada budidaya dengan cara memanfaatkan nutrien yang ada di kolam air. Dengan menghuni habitat yang sama dengan patogen vibrio, mereka dapat mengurangi ketersediaan nutrien dan ruang yang diperlukan oleh patogen vibrio sebelum mereka blooming membentuk komunitas baru sampai membentuk biofilm untuk berkembang biak.
2) Produksi Senyawa Antimikroba
Trichoderma reesei menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba, diantaranya Cycloheptasiloxane, tetradecamethyl-(surfactan) dan Hexadecamethyl cyclooctasiloxane (alkaloid). Dimana senyawa itu merupakan senyawa antibakteri yang dapat digunakan untuk merusak dinding sel patogen. Dampaknya Trichoderma reesei dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan patogen secara langsung.
3) Aktivitas enzim
Trichoderma reesei adalah jamur filamentosa yang dikenal dengan kemampuannya dalam memproduksi enzim selulase dalam jumlah besar. Enzim tersebut dapat menghancurkan komponen sel dinding patogen vibrio yang tersusun atas lipopolisakarida. Sehingga dengan pecahnya dinding sel patogen vibrio mengganggu integritas struktural sehingga menyebabkan kematian mekanisme kerjanya.
Penggunaan ANTI V-PRO yang berbasis jamur laut-Trichoderma reesei merupakan solusi dalam pencegahan yang efektif dan ramah lingkungan dalam budidaya udang, khususnya dalam mengatasi ancaman penyakit seperti AHPND. Dengan memanfaatkan mekanisme kompetisi nutrien, produksi senyawa antimikroba, dan aktivitas enzimatik, ANTI V-PRO mampu menekan populasi patogen sejak awal. Inovasi ini menjadi alternatif yang menjanjikan untuk mendukung keberhasilan budidaya udang yang berkelanjutan dan produktif.
Sumber:
Han JE, Lee SC, Park SC, Jeon HJ, Kim KY, Lee YS, Park S, Han SH, Kim JH, Choi SK. 2020. Molecular detection of enterocytozoon hepatopenaei and Vibrio parahaemolyticus-associated acute hepatopancreatic necrosis disease in Southeast Asian penaeus vannamei shrimp imported into Korea. Aquaculture. 517 (1): 1-22.
Ramadani MF, Salsabila S, Iskandar AS, Hajirah RN, Azani SA, Putri NE. 2024. Teknik Budidaya Udang Vaname Skala Super Intensif. Sulawesi Selatan (ID): Perpustakaan Universitas Negeri Makassar.
Penulis : Iin Nur Fadhilah, S. Pi.